Social Icons

Pages

Rabu, 20 November 2013

Upaya Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dan Persampahan Di Papua Barat




Manokwari, 17 Oktober 2013. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Kabupaten Manokwari menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam rangka upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dan persampahan di Provinsi Papua Barat. Rangkaian acara ini dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA dalam kunjungan kerjanya di Provinsi Papua Barat.

Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah kelautan dengan luas sekitar 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan laut nusantara 2,3 juta km2, perairan teritorial 0,8 juta km2 dan ZEEI 2,7 km2 dengan garis pantai 81.000 km memiliki potensi sumberdaya yang besar. Namun demikian, tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanannya masih belum optimal dengan masih banyak beberapa hasil yang tidak terolah, seperti ikan-ikan berukuran kecil, jenis ikan yang kurang disukai untuk dikonsumsi serta limbah ikan yang berlimpah. Padahal permintaan ”tepung ikan” sebagai bahan baku pakan ikan, udang dan ternak yang merupakan komponen utama sumber protein dalam formulasi pakan, mayoritas dipenuhi dari impor. Hal ini menunjukkan peluang usaha bagi Indonesia dimana selama ini limbah ikan di Indonesia belum banyak dimanfaatkan, bahkan sering menjadi sumber masalah lingkungan fisik maupun sosial. Salah satu penyebabnya adalah bau busuk yang ditimbulkan serta dekomposisi protein dalam limbah ikan yang kaya akan asam amino bersulfur serta asam lemak rantai pendek mengambat proses biologis dalam air sehingga menghasilkan gas berbau.

Dalam sambutannya, Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA di Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Manokwari, mengatakan, ”Kurangnya pengetahuan tentang pemanfaatan limbah ikan dan belum adanya penerapan teknologi dalam pengelolaan limbah ikan menjadi tepung ikan merupakan salah satu pemicu bagi Kementerian Lingkungan Hidup untuk memberikan bantuan kepada nelayan di Kabupaten Manokwari berupa satu unit Bangunan Pengolahan Limbah Padat Ikan”. Adanya model unit Pengelolaan Limbah Padat Ikan seperti ini diharapkan tidak saja mengurangi dampak pencemaran lingkungan tapi juga menambah tingkat perekonomian para nelayan.

Selanjutnya, MenLH berkesempatan meresmikan Bank Sampah dengan Konsep Kampung Organik di Kampung Kebar RT. 001, RW. 06 Kelurahan Manokwari Timur, Distrik Manokwari Barat, Papua Barat. Tujuannya adalah mengembangkan dan membangun kepedulian masyarakat agar dapat ‘berkawan’ dengan sampah bukan ‘berlawan’. Dari perspektif ekonomi kerakyatan, simpanan uang dari tabungan sampah dapat meningkatkan pendapatan ekonomi, sedangkan hasil dari pengembangan kampung organik berupa buah-buahan dan sayur-sayuran organik untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri atau dapat juga menjualnya di toko yang dikelola masyarakat. Hasil lain yang dapat dikembangkan berupa produk kreatif dari sampah, sehingga istilah yang tepat menggambarkan manfaat sampah tersebut adalah from trash to cash.

Dalam sambutan di Kampung Organik, MenLH menyatakan, “hingga saat ini keberadaan Bank Sampah di Indonesia sudah mencapai jumlah 1.195 unit dengan omzet sebesar Rp. 15.102.395.000 (lima belas milyar seratus dua ribu tiga ratus sembilan puluh lima ribu rupiah). Jumlah penabung 96.203 orang dan sampah non-organik yang terkelola 2.262 ton/bulan. Hal ini merupakan nilai yang fantastis jika dibandingkan dengan anggapan semula bahwa sampah dianggap barang tidak bernilai. Bank Sampah merupakan instrumen alternatif yang paling baik saat ini untuk mendorong masyarakat melakukan pemilahan sampah pada sumbernya sehingga dapat dilakukan pengelolaan lebih lanjut”. Lebih lanjut disampaikan harapan bahwa Bank Sampah dengan konsep Kampung Organik hasil pendampingan dengan KLH di Manokwari ini dapat menjadi percontohan (roll model) di daerah lain di Provinsi Papua Barat maupun tanah Papua.

Dalam menciptakan kebersihan dan keteduhan kota di Provinsi Papua Barat ini, KLH bersama Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Papua Barat menyelenggarakan Pertemuan “Koordinasi Adipura Menuju Kota Berkelanjutan 2020/2030 se-Provinsi Papua Barat di Kota Manokwari”. Pertemuan ini dihadiri oleh Gubernur Papua Barat dan para Bupati dan Walikota se-Papua Barat. MenLH dalam pertemuan ini menyatakan, “kunci keberhasilan dalam menciptakan kota bersih dan teduh sangat bergantung kepada komitmen pimpinan daerah dan keinginan politik dan kerja keras aparat pemerintah, serta dukungan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat dan dunia usaha”.

Pengalaman menunjukkan bahwa dukungan partisipasi seluruh lapisan masyarakat adalah elemen terpenting dalam menciptakan kebersihan dan keteduhan secara berkelanjutan. Untuk itu, budaya masyarakat bersih dan ramah lingkungan harus dibangun. Membangun budaya bersih dan ramah lingkungan ini harus dilakukan berdasarkan kepada kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk hidup bersih dan nyaman. Penghargaan Adipura bukanlah tujuan, namun stimulus semata. Tujuan yang harus dicapai adalah membangun kota bersih, teduh, sehat dan berkelanjutan melalui tata kelola lingkungan yang baik (good environmental governance).

Setiap daerah tentu saja mempunyai potensi yang berbeda, misalnya ciri khas operasional Bank Sampah di Manokwari kemungkinan lebih tepat untuk menghasilkan kompos. Kompos ini digunakan untuk produksi sayuran organik yang akan dikembangkan menjadi kampung organik pada “urban farming”. Untuk itu, Pemerintah Daerah perlu mencari terobosan ataupun inovasi disertai insentif menarik untuk masyarakat Papua dalam mewujudkan Kota Bersih dan Teduh model Papua Barat, sesuai dengan kondisi yang ada. Sehingga model Kota Bersih dan Teduh di Papua Barat dapat menjadi role model bagi kota-kota lainnya di Indonesia.

Sumber : http://www.menlh.go.id/upaya-pengendalian-pencemaran-lingkungan-dan-persampahan-di-papua-barat/#sthash.Otd0jZ8d.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar